Kedudukan Hati, Ruh, Jiwa, dan Akal ihya ulumudin.


Kedudukan Hati, Ruh, Jiwa, dan Akal
Tentang kedudukan dan peran penting hati dalam kehidupan
manusia, Rasulullah saw. bersabda
"Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging.
Kalau segumpal daging itu bagus maka bagus pula seluruh tu
buh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati."

Hadis itu menegaskan bahwa yang menjadi dasar bagi jiwa
adalah hati. Kedudukannya dalam diri manusia bagaikan seorang
rakyatnya.
penguasa yang dipatuhi dan anggota tubuhnya adalah
Pada bagian ini kami akan menjelaskan makna hati,
jiwa dan akal. Kata "hati (qalb)" memiliki dua makna sebagai
berikut:
yang
Pertama, hati berarti daging berbentuk pohon
ada di bagian kiri dada. Di dalamnya terdapat rongga yang dia.
pusat ruh
liri darah berwarna hitam. Ia merupakan sumber dan
Dengan bentuk ini, daging tersebut juga ada di dalam tubuh .

Kedua, hati adalah sesuatu yang mengandung lathifah rab.
bâniyah rûhaniyah. Lathifah inilah yang mengetahui Allah Swt
dan menjangkau sesuatu yang tidak bisa dijangkau kekuatan
imaji dan ilusi manusia. Hati merupakan substansi manusia dan
juru bicaranya. Makna inilah yang terkandung dalam firman
Allah swt
"Sesungguhnya dalam hal itu ada peringatan bagi orang yang
memiliki hati." (Q.S. Qaf [50]: 37).
310 | Intisari Ihya Ulúmiddin
Jika yang
dimaksud dengan hati adalah daging yang berben-
tuk pohon cemara, niscaya setiap orang memilikinya.
ber-
Kalau kau telah memahami penjelasan ini, ketahuilah bah-
wa hubungan antara lathifah tersebut dengan daging yang
bentuk pohon cemara merupakan hubungan rumit yang tidak
bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hubungan antara keduanya
adalah hubungan substansial. Untuk memahaminya diperlukan
musyahadah [penyaksian terhadap keindahan hakiki] dan iyan
[penglihatan sejati tanpa dihalangi tabir]. Di sini hanya bisa di-
jelaskan bahwa hati itu seperti raja, dan daging itu seperti Negeri atau kerajaannya. Kalau hubungan antara keduanya adalah hubungan aksidensial, tentu pernyataan bahwa Allah berada an-
tara seseorang dan hatinya,2 tidaklah benar.
Fakultas lainnya dalam diri manusia adalah ruh. Sebagaima-
na hati, ruh pun memiliki dua makna.
Pertama, ruh dalam pengertian alami, yaitu uap yang ber-
sumber dari darah berwarna hitam yang ada dalam rongga hati
(dalam pengertian daging berbentuk pohon cemara). Ia beredar
mengikuti peredaran darah yang mengalir melalui urat dan pem-
buluh darah ke seluruh anggota tubuh.³ Perumpamaannya se-
perti pelita di dalam rumah yang menerangi seluruh bagian dan
penjuru rumah. Ruh dalam pengertian inilah yang dimaksudkan
oleh para dokter.
Kedua, ruh dalam pengertian sebagai lathifah rabbâniyah.
kedua ini sama dengan pengertian hati. De-
Pengertian ruh yang
ngan demikian, berarti ruh dan hati sama-sama bermakna lat-
hifah rabbâniyah. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah
Swt:

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Sampaikan bah-
wa ruh adalah urusan-Ku." (QS. al-Isra' [17]: 85).
Fakultas berikutnya yang akan dijelaskan pada bagian ini
adalah jiwa (nafs). Jiwa juga memiliki dua pengertian.
Pertama, jiwa (nafs) yang dimaknai sebagai kekuatan yang
menghimpun amarah, hasrat, dan sifat-sifat tercela. Nafs dalam
pengertian inilah
dimaksud dalam sabda Nabi saw.:
yang
disebutkan: "melalui darah dan denyut yang masuk ke semua bagian tubuh."
Demikianlah yang ada dalam kitab Ihya'. Dan dalam sebagian naskah
Dan dalam al-Ithaf disebutkan: "Yang dimaksud dengan al-Aruq al-Dhawar-
adalah urat nadi"
Ini terdapat dalam firman Allah Swt: "Dan ketahuilah, bahwa Allah
menghalangi antara seseorang dan hatinya." (QS. al-Anfal [8]: 24).

"Musuh yang paling memusuhimu adalah nafsumu yang ada
di antara kedua lambungmu."
Kedua, nafs dalam pengertian lathifah rabbâniyah. Dalam
pengertian yang kedua ini, nafs juga memiliki arti yang sama
dengan hati dan ruh. Dengan demikian, jiwa (nafs) bermakna
lathifah. Ia merupakan substansi manusia yang membedakannya
dari hewan lain. Kalau ia bersih dan dihiasi zikir kepada Allah
Swt serta bersih dari noda syahwat dan sifat-sifat tercela, ia dise-
but al-nafs al-muthma'innah (jiwa yang tenang). Inilah yang di-
maksud dalam firman Allah Swt:

"Wahai jiwa yang tenang." (Q.S. al-Fajr [89]: 27).
Jiwa (nafs) yang belum mencapai derajat ini bisa digolong-
kan ke dalam salah satu dari dua jenis nafs.
Pertama, jiwa itu disebut al-nafs al-lawwâmah (jiwa yang se-
lalu memaki atau mencela). Jiwa inilah yang dijadikan sebagai
objek sumpah oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
312 | Intisari Ihya' 'Ulumiddîn

"Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela." (QS. al-
Qiyamah [75]: 2).
Jiwa ini mencela kemaksiatan, tidak cenderung kepadanya,
dan tidak menyukainya.
Kedua, jiwa (nafs) yang termasuk nafsu amarah. Sebelum
sampai pada derajat al-nafs al-lawwâmah, jiwa selalu menyuruh
kepada kejelekan sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah
Swt:
Sesungguhnya jiwa (nafs) selalu menyuruh kepada kejelekan
(QS. Yusuf [12]: 583).
Jiwa dalam tingkatan ini tidak menyuruh kepada kebaikan
dan tidak mencela kejelekan. Ini tingkatan jiwa yang paling ren
dah. Sementara, nafs muthma'inah adalah tingkatan jiwa yang pa-
ling tinggi, dan lawwamah berada di antara keduanya.
Jiwa lawwamah bukanlah jiwa yang rida pada kejelekan,
tetapi ia cenderung kepadanya. Ia tidak dapat tenang (mut-
hmainnah) sehingga ia menetap pada kebaikan, yaitu zikir ke
pada Allah Swt.
Fakultas berikutnya dalam diri manusia adalah akal, yang
juga memiliki dua pengertian. Pada pengertian pertama, akal
merupakan substansi banyak hal. Pada pengertian yang kedua,
akal adalah sesuatu yang kauketahui. Maka, dalam pengertian
ini, ilmu menjadi sifat akal. Dalam pengertian ini, akal adalah
lathifah rabbaniyah sebagaimana juga hati, ruh, dan jiwa. Tidak
mungkin kalau yang dimaksud dengan akal adalah makna yang
pertama, karena Nabi saw. bersabda:
"Sesuatu
yang pertama kali diciptakan Allah Swt adalah akal.
Kemudian Allah berfirman kepadanya, 'Menghadaplah. Lalu ia
menghadap. Kemudian Allah berfirman kepadanya, 'membela-
kangilah. Lalu ia membelakangi ...."
an, yakni bahwa
Dengan demikian, hati, akal, ruh, dan jiwa memiliki kesama-
bagaimana dijelaskan dalam beberapa hadis dan ayat Al-Quran.
Sumber buku intisari Ihya ulumudin.
Penerjemah: Junaidi Ismaie






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Toko Kue ulang tahun di Ciamis Cikoneng

TOKO KUE ULANG TAHUN DI CIAMIS,

TUKANG SEBLAK TERDEKAT/WARUNG SEBLAK ENAK